ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Definisi Anemia
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr% pada trimester 2. Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal ini disebabkan karena darah mengalami hidremia atau hipervolemia sehingga terjadi pengenceran darah karena jumlah sel-sel darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma darah. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2006).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar kurang dari 10,5 gr% pada trimester II sedangkan untuk ibu yang tidak hamil kadar hemoglobinnya 12 gr%. Perbedaan nilai batas tersebut dengan ibu yang tidak hamil terjadi karena hemodilusi terutama pada trimester II (Prawiroharjo, 2001).
Anemia adalah istilah yang digunakan pada keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar (wanita hamil) dibawah 11 gr%. Hemoglobin merupakan zat yang berwarna merah yang terdapat dalam bentuk larutan dalam sel darah merah, yang fungsi utamnya mengangkut oksigen ke semua bagian tubuh. Zat asam folat, vitamin, unsur mineral lainya, diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang dibentuk dalam sumsum tulang, ubi yang merupakan sumber penting dari asam folat, sementara sebagian besar gandum, daging, dan sayur-sayuran mengandung besi. (Royston & Armstrong, 1994).
Penyebab Anemia
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari ( Wiknjosastro, 2006 ).
Penyebab anemia secara umum, antara lain: (1) Kurang zat besi dan vitamin B12 dalam diet. Seorang yang berdiet dapat terkena anemia karena dalam berdiet berpantang makanan seperti telur, daging, hati. Kenyataannya, makanan tersebut merupakan sumber zat besi yang mudah diserap oleh tubuh. Demikian juga dengan para vegetarian cenderung menderita anemi, apalagi bila disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan tidak teratur serta kualitas makan yang tidak seimbang. (2) Penyakit infeksi (cacingan, malaria tubercolusis), (3) Penyakit keganasan. (4) Kehilangan darah (mimisan, menstruasi banyak, wasir berdarah, perdarahan tukak lambung, kecelakaan. (Kehamilan, yaitu terjadinya hemodilusi yang puncaknya pada umur kehamilan 32 minggu). (5) Gangguan produksi hemoglobin karena faktor keturunan, misalnya talasemia (Karyadi, 2003).
Pada keadaan normal, tidak semua zat besi dimakan dan diserap setiap hari dari usus kecil diperlukan segera. Kelebihan itu biasanya disimpan dalam sumsum tulang sehingga dalam masa stress fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan hemoglobin guna memenuhi kebutuhan meningkat. Salah satu periode stress fisik adalah kehamilan. Selama kehamilan pertumbuhan janin dan uterus, serta perubahan yang lain yang terjadi pada ibu yang menyebabkan peningkatan kebutuhan zat makan yang banyak, khususnya zat besi dan folat. Karena banyak wanita memulai kehamilannya dengan cadangan makanan yang tipis, kebutuhan tambahan mereka lebih tinggi dari biasanya, jika karena kekurangan gizi, kebutuhan itu tidak terpenuhi, kecepatan pembentukan hemoglobin menurun dan konsentrasinya dalam peredaran darah juga menurun. (Royston & Amstrong, 1994). Penyebab terbanyak anemia dalam kehamilan adalah defisiensi zat besi dan perdarahan akut. Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilannya karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Pada awal kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin yang masih lambat. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh ibu akan meningkat 35%, ini karena ekuivalen dengan 450 mg zat zat besi untuk memprokdusi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau 2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil (Prawiroharjo, 2001).
Gejala Anemia pada Ibu Hamil
Gejala anemia pada ibu hamil yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun ( anoreksia ), konsentrasi hilang, nafas pendek( pada anemia parah ), dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda ( Sohimah, 2006 ).
Keluhan anemia yang paling sering di jumpai dimasyarakat adalah yang lebih dikenal dengan 5 L yaitu lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai. Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi ( Depkes, 2003 b ).
Menurut Varney ( 2006 ) gejala anemia dalam kehamilan yaitu letih, sering mengantuk, malaise, pusing, lemah, nyeri kepala, kulit pucat, membrane mukosa pucat, bantalan kuku pucat, luka pada lidah, tidak ada nafsu makan, mual muntah, pemeriksaan kadar Hb < 11 gr %.
Klasifikasi Anemia
Menurut Wiknjosastro ( 2006 ) anemia dalam kehamilan dibagi menjadi 4 yaitu :
1) Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia defisiensi besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan, gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya besi ke luar dari badan, misalnya pada perdarahan.
2) Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena defisiensi asam folat.
3) Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
4) Anemia hemolitik
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia ini sukar hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan – kelainan gambaran darah, kelemahan, kelelahan serta gejala komplikasi bila terjadi pada organ-organ vital.
Diagnosis Anemia pada Kehamilan
Menurut Depkes ( 2005 ) anemia berdasarkan hasil pemeriksaan digolongkan menjadi:
a) Hb >11,0 gr % disebut tidak anemia.
b) Hb 9,0 gr %- 10,9 gr % disebut anemia sedang.
c) Hb < 8,0 gr % disebut anemia berat.
2) Menurut Wiknjosastro ( 2006 ) batasa anemia dibedakan menjadi :
a) Pada trimester I dan III
(1) Hb≥ 11 gr % : tidak anemia
(2) Hb < 11 gr % : anemia
b) Pada trimester II
(1) Hb≥ 10,5 gr % : tidak anemia
(2) Hb < 10,5 gr % : anemia
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Juga bagi hasil konsepsi (Sarwono, 2005 ).
1) Bahaya terhadap ibu
a) Selama kehamilan
(1) Abortus
(2) Partus prematurus
(3) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
(4) Mudah terjadi infeksi
(5) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)
(6) Mola hidatidosa
(7) Hiperemesis gravidarum
(8) Perdarahan antepartum
(9) Ketuban pecah dini
(Manuaba IBG, 2007)
b) Bahaya saat persalinan
(1) Gangguan his, kekuatan mengejan
(2) Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus
terlantar.
(3) Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
(4) Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan post
partum akibat atonia uteri.
(5) Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
(Manuaba IBG, 2007 ).
c) Pada kala nifas
(1)Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan postpartum.
(2) Memudahkan infeksi puerperium.
(3) Pengeluaran ASI berkurang.
(4) Dekompensasi kordis mandadak setelah persalinan.
(5) Mudah terjadi infeksi mamae.
(Manuaba IBG, 2007 ).
Bahaya terhadap janin
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu. Akibat anemia pada janin antara lain adalah :
Abortus
Kematian intrauteri
Persalinan prematuritas tinggi.
Berat badan lahir rendah.
Kelahiran dengan anemia
Dapat terjadi cacat bawaan
Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
Intelegensia rendah
Pencegahan Anemia dalam Kehamilan
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia dalam
kehamilan, antara lain :
Pemberian tablet zat besi
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi pada awal kehamilan. Program suplementasi tidak akan berhasil karena “Morning Sickness” dapat mengurangi keefektifan obat. Namun demikian, cara ini baru akan berhasil jika pemberian tablet ini dilakukan dengan pengawasan yang ketat (Arisman MB, 2004).
Pemberian vitamin zat besi dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung Fe 200 mg dan asam folat 0,25 mg minimal masing- masing 90 tablet (Saifuddin, 2006 ).
2) Pendidikan
Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan, mereka memerlukan tambahan zat besi agar mengerti, para ibu hamil harus diberikan pendidikan yang tepat. Misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi (Arisman MB, 2004 ).
3) Modifikasi makanan
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua
cara, yaitu :
Pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Sebagai gambaran, setiap 1000 kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe (seorang wanita hamil setidaknya memerlukan 2000 kkal dan itu berarti 12 mg Fe).
Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi. (Arisman MB, 2004 ).
4) Fortifikasi makanan
Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Fortifikasi makanan dengan zat besi yang tersedia secara kimiawi, sangat reaktif dan berkecenderungan mengubah warna makanan. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti yang terbuat dari jagung dan bubur jagung serta produk susu.
Disamping empat pendekatan di atas, telah dilakukan pula upaya
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara :
1) Meningkatkan pendidikan masyarakat mengenai :
a) Bahaya anemia terhadap kehamilan
b) Pentingnya tambahan besi pada ibu hamil
c) Meningkatkan kesehatan diri dan lingkungan
2) Menjarangkan kehamilan sehingga kehilangan darah berkurang
3) Meningkatkan ANC sehingga anemia dapat diketahui dan diatasi
secara dini.
(Manuaba IBG, 2001).
Penatalaksanaan Anemia pada Kehamilan
Terapi anemia dalam kehamilan terutama anemia defisiensi zat besi ialah dengan preparat besi oral atau parenteral. Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi : ferosulfat, feroguconal atau Na-ferobisitrat. Pemberian preparat 60 mg perhari dapat menaikkan kadar Hb 1 gr % per bulan. Pemberian parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) IV atau lebih cepat yaitu 2 gr % (Saifuddin, 2007).
Beberapa faktor yang perlu diperhitungkan dalam pemberian zat besi :
a. Reaksi tubuh terhadap zat besi
b. Kemampuan resorbsi intestine
c. Kemampuan hemopoitisis sumsum tulang
d. Jumlah kehilangan darah
e. Faktor makanan : teh dan kopi menghambat resorbsi zat besi.
Sedangkan vitamin C 25 mg meningkatkan resorbsi zat besi (Manuaba IBG, 2001).